BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia
memiliki lebih kurang 30.000 spesies tumbuhan dan 940 spesies di antaranya
termasuk tumbuhan berkhasiat (180 spesies telah dimanfaatkan oleh industri jamu
tradisional) merupakan potensi pasar obat herbal dan fitofarmaka. Penggunaan
bahan alam sebagai obat tradisional di Indonesia telah dilakukan oleh nenek
moyang kita sejak berabad-abad yang lalu terbukti dari adanya naskah lama pada
daun lontar Husodo(Jawa),Usada(Bali), Lontarak pabbura (Sulawesi Selatan),
dokumen Serat Primbon Jampi.
Dengan
melihat jumlah tanaman di Indonesia yang berlimpah dan baru 180 tanaman yang digunakan
sebagai bahan obat tradisional oleh industri maka peluang bagi profesi kefarmasian
untuk meningkatkan peran sediaan herbal dalam pembangunan kesehatan masih
terbuka lebar. Standardisasi bahan baku dan obat jadi, pembuktian efek
farmakologi dan informasi tingkat keamanan obat herbal merupakan tantangan bagi
farmasi agar obat herbal semakin dapat diterima oleh masyarakat luas.
Adapun masyarakat menggunakan bahan
alam yang ada di sekitar lingkungan tempat tinggalnya menggunkan sebagai obat
tradisional maka dari itu isi makalah ini membahas tentang resep obat tradisional dan bukti penggunaannya di
masyarakat.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan
fitofarmaka?
2. Apa dasar pengembangan fitofarmaka?
3. Bagaimana proses standardisasi
fitofarmaka?
4. Apa saja jenis uji fitofarmaka?
5. Apa saja bentuk sediaan fitofarmaka?
6. Apa saja obat tradisional yang
dikembangkan menjadi fitofarmaka?
7. Apa saja produk fitofarmaka?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari
fitofarmaka.
2. Mengetahui dasar pengembangan
fitofarmaka.
3. Mengetahui proses standarisasi
fitofarmaka.
4. Mengetahui jenis uji fitofarmaka.
5. Mengetahui bentuk sediaan
fitofarmaka.
6. Mengetahui macam obat tradisional
yang dikembangkan menjadi fitofarmaka.
7. Mengetahui produk fitofarmaka.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Fitofarmaka
Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji
praklinis dan uji klinis bahan baku serta produk jadinya telah di standarisir
(Badan POM. RI., 2004 ).
Dengan uji klinik akan lebih meyakinkan para profesi medis untuk menggunakan
obat herbal di sarana pelayanan kesehatan. Masyarakat juga bisa didorong menggunakan herbal karena manfaatnya
jelas dengan pembuktian secara ilimiah.
Jenis sediaan obat ini masih belum begitu
populer di kalangan masyarakat, dibandingkan jamu-jamuan dan herbal terstandar.
Akan tetapi pada dasarnya sediaan fitofarmaka mirip dengan sediaan jamu-jamuan
karena juga berasal dari bahan-bahan alami. Dalam ilmu pengobatan, fitofarmaka
dapat diartikan sebagai sediaan jamu-jamuan yang telah tersentuh oleh ilmu
pengetahuan dan teknologi modern. Dengan demikian, khasiat dan penggunaan
fitofarmaka dapat lebih dipercaya dan efektif daripada sediaan jamu-jamuan
biasa, karena telah memiliki dasar ilmiah yang jelas.
Walaupun sama-sama diracik dari
bahan alami, namun Fitofarmaka jauh mengungguli sediaan jamu biasa, bahkan
sediaan ini juga sudah dapat disetarakan dengan obat-obatan modern. Ini
disebabkan fitofarmaka telah melewati beberapa proses yang setara dengan
obat-obatan modern, diantaranya Fitofarmaka telah melewati standardisasi mutu,
baik dalam proses pembuatan hingga pengemasan produk, sehingga dapat digunakan
sesuai dengan dosis yang efektif dan tepat. Selain itu sediaan fitofarmaka juga
telah melewati beragam pengujian yaitu uji preklinis seperti uji toksisitas,
uji efektivitas, dll dengan menggunakan hewan percobaan dan pengujian klinis
yang dilakukan terhadap manusia. Fitofarmaka dapat dikatakan sebagai obat herbal
tertinggi dari Jamu dan Herbal
Terstandar karena
proses pembuatannya sudah mengadopsi CPOB dan sampai uji klinik pada manusia.
2.2 Dasar Pengembangan Fitofarmaka
2.2.1 Pedoman Pengembangan
Fitofarmaka
•
Kep. Menkes RI
No.760/MENKES/SK/IX/1992 ttg Pedoman Fitofarmaka
•
SK Menkes RI No.
0584/MENKES/SK/VI/1995 ttg Sentra Pengembangan dan Penerapan Pengobatan
Tradisional
•
Kep. Menkes RI
no.56/MENKES/SK/I/2000 ttg Pedoman Pelaksanaan Uji Klinik Obat Tradisional
•
Kep. Kepala Badan POM RI no :
HK.00.05.4.1380 tgl 2 Maret 2005 ttg Pedoman CPOTB
2.2.2 Dasar Pemikiran Pengembangan
Obat Tradisional menjadi Fitofarmaka
Saat ini meskipun obat tradisional
cukup banyak digunakan oleh masyarakat dalam usaha pengobatan sendiri (self-medication),
profesi kesehatan atau dokter umumnya masih enggan untuk meresepkan ataupun
menggunakannya. Alasan utama keengganan profesi kesehatan untuk meresepkan atau
menggunakan obat tradisional karena bukti ilmiah mengenai khasiat dan keamanan
obat tradisional pada manusia masih kurang. Obat tradisional Indonesia
merupakan warisan budaya bangsa sehingga perlu digali, diteliti dan
dikembangkan agar dapat digunakan lebih luas oleh masyarakat. Untuk itulah
dikembangkan Obat Tradisional menjadi fitofarmaka.
2.3 Proses Standardisasi Fitofarmaka
2.3.1 Kriteria Fitofarmaka
a. Aman dan sesuai dengan persyaratan yang
ditetapkan
b. Klaim khasiat harus dibuktikan berdasarkan uji
klinik
c. Telah dilakukan standardisasi
terhadap bahan baku yang digunakan
dalam produk jadi
d. Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku
2.3.2 Tahap-tahap pengembangan dan pengujian fitofarmaka (Dep. Kes
RI)
1. Tahap Seleksi
Proses pemilihan jenis bahan alam yang akan diteliti sesuai dengan
skala prioritas sebagai berikut:
· Jenis obat alami yang diharapkan berkhasiat untuk
penyakit-penyakit utama
· Jenis obat alamai yang memberikan khasiat dan kemanfaatan
berdasar pengalaman pemakaian empiris sebelumnya
·Jenis OA yang diperkirakan dapat sebagai alternative pengobatan
untuk penyakit-penyakit yang belum ada atau masih belum jelas pengobatannya.
2. Tahap Biological Screening, untuk menyaring:
·Ada atau tidaknya efek farmakologi calon fitofarmaka yang
mengarah ke khasiat terapeutik (pra klinik in vivo)
·Ada atau tidaknya efek keracunan akut (single dose), spectrum
toksisitas jika ada, dan sistem organ yang mana yang paling peka terhadap efek
keracunan tersebut (pra klinik, in vivo)
3. Tahap Penelitian Farmakodinamik
·Untuk melihat pengaruh calon fitofarmaka terhadap masing-masing sistem
biologis organ tubuh
·Pra
klinik, in vivo dan in vitro,
·Tahap ini dipersyaratkan mutlak, hanya jika diperlukan saja untuk
mengetahui mekanisme kerja yang lebih rinci dari calon fitofarmaka.
4. Tahap Pengujian Toksisitas Lanjut (multiple doses)
·
Toksisitas Subkronis
·
Toksisitas akut
·
Toksisitas khas/ khusus
5. Tahap Pengembangan Sediaan (formulasi)
· Mengetahui bentuk-bentuk sediaan yang memenuhi syarat mutu,
keamanan, dan estetika untuk pemakaian pada manusia.
Tata laksana teknologi farmasi dalam rangka uji klinik
- Teknologi farmasi tahap awal
- Pembakuan (standarisasi): simplisia, ekstrak , sediaan OA
- Parameter standar mutu: bahan baku OA, ekstrak, sediaan OA
6. Tahap Uji Klinik Pada Manusia
Ada 4 fase yaitu:
Fase
1 : dilakukan pada sukarelawan sehat
Fase
2 : dilakukan pada kelompok pasien terbatas
Fase
3 : dilakukan pada pasien dengan jumlah yang lebih besar dari fase 2
Fase
4: post marketing survailence, untuk melihat kemungkinan efek samping yang
tidak terkendali saat uji pra klinik maupun saat uji klinik fase 1-3.
Yang
terlibat dalam pengujian
• Komisi Ahli Uji Fitofarmaka :
menyusun & mengusulkan protokol uji fitofarmaka
• Sentra Uji Fitofarmaka :
Instalasi pelayanan, seperti Rumah Sakit, Laboratorium Pengujian atau lembaga
penelitian kesehatan
• Pelaksana Uji Fitofarmaka : Tim
multidisipliner yang terdiri dari dokter,apoteker dan tenaga ahli lainnya yang
mempunyai fasilitas, bersedia serta mampu melaksanakan uji fitofarmaka
2.3.3
Keuntungan Strandardisasi Fitofarmaka :
• Menghasilkan efek terapeutik yang
konsisten, reproducible & derajat keamanannya tinggi (dosis terkontrol).
• Semakin banyak obat tradisional
dengan efikasi klinis yang dapat diuji pra klinik maupun klinik.
• Kebanyakan uji klinik telah
menggunakan ekstrak terstandar.
2.4
Jenis Uji Fitofarmaka
1. Uji Toksisitas
Uji
toksisitas dibedakan menjadi tiga :
a. Uji Toksisitas Akut
Uji toksisitas akut adalah pengujian
yang dilakukan untuk mengetahui nilai LD50 dan dosis maksimal yang masih dapat
ditoleransi hewan uji (menggunakan 2 spesies hewan uji).
pemberian obat dalam dosis tunggal dan diberikan melalui 2 rute pemberian (misalnya
oral dan intravena). Hasil uji LD50 dan dosisnya akan ditransformasi
(dikonversi) pada manusia. (LD50 adalah pemberian dosis obat yang menyebabkan
50 ekor dari total 100 ekor hewan uji mati oleh pemberian dosis tersebut)
b. Uji Toksisitas Sub Akut
Uji toksisitas sub akut adalah
pengujian untuk menentukan organ sasaran tempat kerja dari obat tersebut,
pengujian selama 1-3 bulan, menggunakan 2 spesies hewan uji, menggunakan 3
dosis yang berbeda. Toksisitas sub-akut sebagai adanya perubahan berat badan
serta perubahan lainnya dari hewan percobaan.
c. Uji Toksisitas Kronik
Uji toksisitas kronik pada tujuannya
sama dengan uji toksisitas sub akut, tapi pengujian ini dilakukan selama 6
bulan pada hewan rodent (pengerat) dan non-rodent (bukan hewan pengerat). Uji
ini dilakukan apabila obat itu nantinya diproyeksikan akan digunakan dalam
jangka waktu yang cukup panjang.
- Uji Farmakodinamik/efek farmakologik
Tahap
ini dimaksudkan untuk lebih mengetahui secara lugas pengaruh farmakologik pada
berbagai system biologik. Bila diperlukan , penelitian dikerjakan pada hewan
coba yang sesuai, baik secara invitro atau invivo.
Bila
calon fitofarmaka sudah menjalani uji penapisan biologic (tahap 2) dan
dipandang belum bisa atau belum mungkin untuk dikerjakan pengujian
farmakodinamik , maka hal ini seyogyanya tidak merupakan penghambat.
Untuk
lebih lanjut, tahap pengujian farmakodinamik akan lebih banyak tergantung pada
sarana dan prasarana yang ada, baik perangkat lunak maupun perangkat keras.
- Uji klinik
Uji klinik Fitofarmaka adalah pengujian pada manusia, untuk
mengetahui atau memastikan adanya efek farmakologi tolerabilitas, keamanan dan
manfaat klinik untuk pencegahan penyakit, pengobatan penyakit atau pengobatan
segala penyakit.
•
Tujuan pokok uji klinik fitofarmaka adalah:
-
Memastikan keamanan dan manfaat klinik fitofarmaka pada manusia dalam
pencegahan atau pengobatan penyakit maupun gejala penyakit.
-
Untuk mendapatkan fitofarmaka yang dapat dipertanggung jawabkan keamanan dan
manfaatnya.
2.5
Bentuk Sediaan Fitofarmaka
1.
Sediaan oral
adalah penggunaan obat yang bertujuan untuk mendapatkan efek sistemik, yaitu
obat beredar melalui pembuluh darah keseluruh tubuh.
·
Kapsul adalah
Kapsul adalah bentuk sediaan obat yang terbungkus cangkang kapsul, keras atau
lunak.
Macam- macam kapsul :
1)
Kapsul cangkang
keras (capsulae durae, hard capsul), contohnya kapsul tetrasiklin, kapsul
kloramfenikol dan kapsul Sianokobalami
2)
Kapsul cangkang
lunak (capsulae molles, soft capsule), contohnya kapsul minyak ikan dan kapsul
vitamin
Komponen kapsul
1. Zat aktif obat
2. Cangkang kapsul
3. Zat tambahan
ü Bahan pengisi contohnya laktosa.
Sedangkan untuk obat yang cenderung mencair diberi bahan pengisi magnesium
karbonat, kaolin atau magnesium oksida atau silikon dioksida.
ü Bahan pelicin (magnesium stearat)
·
Serbuk adalah
campuran kering bahan obat atau zat kimia yang dihaluskan, ditujukan untuk
pemakaian oral atau untuk pemakaian luar. (FI IV)
Penggolongan :
1. Serbuk Terbagi (Pulveres)
Ialah sediaan berbentuk serbuk yang dibagi-bagi dalam bentuk bungkusan dalam
kertas perkamen.
2. Serbuk Tak Terbagi (Pulvis)
Ialah sediaan serbuk yang tidak terbagi dalam per-resepannya.
3. Serbuk Tabur
Serbuk ringan untuk penggunaan topikal, dapat dikemas
dalam wadah yang bagian atasnya berlubang. Syarat : melewati ayakan mesh 100.
·
Tablet adalah
sediaan padat yang mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi.
·
Pil dalam
Farmakope edisi III : Pil adalah suatu sedian berupa massa bulat mengandung
satu atau lebih bahan obat. Dalam
buku ilmu meracik obat : Pil adalah suatu sedian yang berbentuk bulat seperti
kelereng mengandung satu atau lebih bahan obat.
Macam-macam sedian pil
a. Bolus : beratnya
lebih dari 300 mg
b. Pil
: beratnya
sekitar 60 – 300 mg
c. Granul : beratnya 1/3
– 1 grain (1 grain = 64,8 mg)
d. Parvul : beratnya
kurang dari 1/3 grain
·
Sirup adalah
sediaan pekat dalam air dari gula atau dari gula dengan atau tanpa penambahan
bahan pewangi dan zat obat. Sirup yang mengandung bahan pemberi rasa tapi tidak
mengandung zat-zat obat dinamakan pembawa bukan obat atau pembawa yang wangi
atau harum (sirup). Beberapa sirup bukan obat yang sebelumnya resmi antara
lain: sirup aktasia, sirup cerri, sirup coklat, sirup jeruk. Sirup ini
dimaksudkan sebagai pembawa yang memberikan rasa enak pada zat obat yang
ditambahkan kemudian, baik dalam peracikan resep secara mendadak atau dalam
pembuatan formula standart untuk sirup obat, yaitu sirup yang mengandung bahan
terapeutik atau bahan obat.
2.
Sediaan topikal
adalah obat yang digunakan pada kulit yang dimaksudkan untuk memperoleh efek
pada kulit atau di dalam kulit
·
Salep adalah
sediaan setengah padat untuk dipakai di kulit
Fungsi salep adalah :
1.
Pembawa obat
untuk pengobatan kulit
2.
Pelumas pada
kulit
3.
Pelindung
terhadap rangsang pada kulit, bakteri dan alergen
·
Krim adalah
sediaan setengah padat yang mengandung banyak air
·
Pasta adalah
suatu salep yang mengandung serbuk yang banyak seperti amilum dan ZnO. Bersifat
pengering. Bahan dasar pasta yang sering dipakai adalah: vaselin, lanolin,
adeps lanae, Ungt. Simplex, minyak lemak dan parafin liq. yang sudah atau belum
bercampur dengan sabun. Kelompok pertama dibuat dari gel fase tunggal
mengandung air misalnya Na-karboksimetilselulosa (Na-CMC). Kelompok lain adalah
pasta berlemak misalnya pasta Zn-oksida, merupakan salep yang padat, kaku,
tidak meleleh pada suhu tubuh, berfungsi sebagai lapisan pelindung pada bagian
yang diolesi. Pasta gigi digunakan untuk pelekatan pada selaput lendir agar
memperoleh efek lokal (misal, pasta gigi triamsinolon asetonida).
2.6 Obat Tradisional yang
dikembangkan menjadi Fitofarmaka
Jenis-jenis Obat Tradisional Yang dikembangkan Menjadi Fitofarmaka Sesuai
lampiran Permenkes RI No.760/Menkes/Per/IX/1992 tanggal 4 September 1992
berikut ini adalah daftar obat tradisional yang harus dikembangkan
menjadi Fitofarmaka yaitu :
1.Antelmintik
2.Anti
ansietas (anti cemas)
3.Anti
asma
4.Anti
diabetes (hipoglikemik)
5. Anti
diare
6. Anti
hepatitis kronik
7. Anti
herpes genitalis
8. Anti
hiperlipidemia
9. Anti
hipertensi
10. Anti
hipertiroidisma
11. Anti
histamin
12.Anti
inflamasi (anti Rematik)
13.Anti
kanker
14.Anti malaria
15.Anti
TBC
16.Antitusif
/ ekspektoransia
17.Disentri
18.Dispepsia
(gastritis)
19.Diuretik
2.7 Produk Fitofarmaka
Saat ini di
Indonesia baru terdapat 5 fitofarmaka, contoh produk fitofarmaka yang sudah beredar adalah:
1.Nodiar
(anti diare) PT Kimia Farma (POM FF 031
500 361)
Komposisi :
Each Nodiar tablet contains :
Attapulgite ……………………........... 300 mg
Psidii Folium Extract ……… ……......... 50 mg
Curcuma domestica Rhizoma Extract …. 7.5 mg
Indikasi : diare yang tidak spesifik, Ekstrak Folium Psidii dikenal memiliki efek farmakodinamik yang bekerja di otot polos usus. Attapulgite melindungi usus dan menyerap racun bakteri dan juga meningkatkan konsistensi feses dengan penyerapan cairan di lumen intestinals. Curcuma domestica Rhizoma bekerja dengan efek sebagai anti spasmolytical non kompetitif antagonis pada reseptor asetilkolin.
2. Rheumaneer (pengurang nyeri) PT. Nyonya Meneer (POM FF 032 300 351)
Komposisi:
Curcumae domesticae Rhizoma...... 95 mg
Zingiberis Rhizoma ekstrak............. 85 mg
Curcumae Rhizoma ekstrak.......... 120 mg
Panduratae Rhizoma ekstrak.......... 75 mg
Retrofracti Fructus ekstrak........... 125 mg
indikasi: mebantu mengurangi nyeri persendian.
Curcumae domesticae Rhizoma...... 95 mg
Zingiberis Rhizoma ekstrak............. 85 mg
Curcumae Rhizoma ekstrak.......... 120 mg
Panduratae Rhizoma ekstrak.......... 75 mg
Retrofracti Fructus ekstrak........... 125 mg
indikasi: mebantu mengurangi nyeri persendian.
3. Stimuno (peningkat sistem imun) PT Dexa Medica (POM FF 041 300 411, POM FF 041
600 421)
STIMUNO® adalah imunomodulator dari herbal alami membantu meningkatkan daya tahan tubuh. Stimuno terdaftar sebagai FITOFARMAKA , dibuat dari ekstrak tanaman Phyllanthus niruri (meniran) yang terstandardisasi dan telah melalui berbagai uji pre-klinik dan klinik. Sebagai imunomodulator (pengatur sistem imun), Stimuno membantu merangsang tubuh memproduksi lebih banyak antibodi dan mengaktifkan sistem kekebalan tubuh agar daya tahan tubuh bekerja optimal.
Komposisi : Tiap 5 ml Stimuno Sirup
mengandung ekstrak Phyllanthus niruri 25 mg.
Tiap kapsul Stimuno mengandung Phyllanthus niruri 50 mg
Indikasi: Membantu memperbaiki dan meningkatkan daya tahan tubuh
Dosis
Sirup untuk anak-anak usia 1 tahun ke atas
Anak : 3 kali sehari 1 sendok takar sirup (5 ml)
Kapsul untuk dewasa
Dewasa : 3 kali sehari 1 kapsul
Tiap kapsul Stimuno mengandung Phyllanthus niruri 50 mg
Indikasi: Membantu memperbaiki dan meningkatkan daya tahan tubuh
Dosis
Sirup untuk anak-anak usia 1 tahun ke atas
Anak : 3 kali sehari 1 sendok takar sirup (5 ml)
Kapsul untuk dewasa
Dewasa : 3 kali sehari 1 kapsul
Kemasan
STIMUNO® tersedia dalam bentuk sirup 60 ml dan 100 ml untuk anak-anak serta dalam bentuk kapsul untuk dewasa
STIMUNO® tersedia dalam bentuk sirup 60 ml dan 100 ml untuk anak-anak serta dalam bentuk kapsul untuk dewasa
Nomor Registrasi
Stimuno sirup 60 ml dan 100 ml : POM FF 041600421
Stimuno kapsul : POM FF 041300411
Stimuno sirup 60 ml dan 100 ml : POM FF 041600421
Stimuno kapsul : POM FF 041300411
4. Tensigard Agromed (Anti
hipertensi) PT Phapros ( POM FF 031 300
031, POM FF 031 300 041)
Komposisi tiap kapsul berisi:
Ekstrak Apii herba................... 92mg
Ekstrak Orthosiphon folium...... 28mg
Indikasi: Menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik
obat ini gabungan dari komposisi daun kumis kucing dan daun seledri, disini yang berperan sebagai agen penurun tekanan darah tinggi adalah extrak daun seledri, sedangkan untuk daun kumis kucing (Orthosiphon Folium) lebih ke infeksi ginjal, saluran kemih, dll.
Kontraindikasi
hipersensitif terhadap bahan yang dikandung dalam Tensigard
Dosis
Dosis terapi: 3 x sehari 1 kapsul Dosis pemeliharaan: 2 x sehari 1 kapsul
Efek Samping
- sakit kepala
- nausea
Kemasan
Doos isi 3 blister @ 10 kapsul
Doos isi 3 blister @ 10 kapsul
5. X-Gra PT Phapros (aphrodisiac) (POM
FF 031 300 011, POM FF 031 300 02
Komposisi
Tiap kapsul berisi:
Ekstrak Ganoderma lucidum......... 150 mg
Ekstrak Eurycomae radix................ 50 mg
Ekstrak Ginseng............................. 30 mg
Ekstrak Retrofracti fructus............. 2,5 mg
Royal jelly........................................ 5 mg
Indikasi: Meningkatkan stamina dan kesegaran tubuh, membantu meningkatkan stamina pria, membantu mengatasi disfungsi ereksi dan juga ejakulasi dini.
Kontra Indikasi : Hipersensitif terhadap bahan yang dikandung dalam X-gra, kanker prostat, hipertensi berat dan gagal ginjal.
Dosis
Sehari 2 kapsul diminum sebelum tidur secara rutin minimal selama 1 bulan.
Efek Samping
Tiap kapsul berisi:
Ekstrak Ganoderma lucidum......... 150 mg
Ekstrak Eurycomae radix................ 50 mg
Ekstrak Ginseng............................. 30 mg
Ekstrak Retrofracti fructus............. 2,5 mg
Royal jelly........................................ 5 mg
Indikasi: Meningkatkan stamina dan kesegaran tubuh, membantu meningkatkan stamina pria, membantu mengatasi disfungsi ereksi dan juga ejakulasi dini.
Kontra Indikasi : Hipersensitif terhadap bahan yang dikandung dalam X-gra, kanker prostat, hipertensi berat dan gagal ginjal.
Dosis
Sehari 2 kapsul diminum sebelum tidur secara rutin minimal selama 1 bulan.
Efek Samping
- karena berupa ekstrak alami X-gra sangat mudah ditoleransi
- sangat jarang terjadi susah tidur dan nafsu makan meningkat
- hasil uji klinis menyatakan tidak adanya efek samping.
Kemasan
Doos isi 3 blister @ 10 kapsul Doos isi 4 catch cover @ 10 kapsul
Doos isi 3 blister @ 10 kapsul Doos isi 4 catch cover @ 10 kapsul
Komposisi
- Pterocarpi Folium 20 %
- Momordica Fructus 10 %
- Phaseoli Fructus 40 %
- Andrographidis Herba 30 %
Indikasi
dapat membantu untuk mengurangi konsentrasi glukosa darah
Dosis
3 kapsul, sekali sehari setelah makan
dapat membantu untuk mengurangi konsentrasi glukosa darah
Dosis
3 kapsul, sekali sehari setelah makan
2.8 Peranan Perawat dalam Penggunaan Obat Fitofarmaka
Peran perawat
dalam pemberian obat fitofarmaka dan pengobatan telah berkembang dengan cepat
dan luas seiring dengan perkembangan pelayanan kesehatan didalam masyarakat. Perawat diharapkan
terampil dan tepat saat melakukan pemberian obat. Tugas perawat tidak sekedar
memberikan pil untuk diminum atau injeksi obat melalui pembuluh darah, namun
juga mengobservasi respon klien terhadap pemberian obat tersebut. Oleh karena.itu, pengetahuan.tentang.manfaat.dan.efek.samping.obat.sangat.penting.untuk.dimiliki.perawat.Perawat
memiliki peran yang utama dalam meningkatkan dan mempertahankan dengan
mendorong klien untuk proaktif jika membutuhkan pengobatan. Dengan demikian,
perawat membantu klien membangun pengertian yang benar dan jelas tentang
pengobatan, mengkonsultasikan setiap
obatyang.dipesankan,dan.turut.bertanggung.jawab.dalam.pengambilan.keputusan.tentang.pengobatan.bersama.tenaga.kesehatan.lainnya.Keberhasilan
promosi kesehatan sangat tergantung pada cara pandang klien sebagai bagian dari
pelayanan kesehatan, yang juga bertanggung jawab terhadap menetapkan pilihan
perawatan dan pengobatan, baik itu berbentuk obat alternative, diresepkan oleh
dokter, atau obat fitofarmaka. Sehingga, tenaga kesehatan terutama perawat harus
dapat membagi pengetahuan tentang obat-obatan sesuai dengan kebutuhan klien. Perawat bertanggung jawab dalam pemberian obat – obatan yang aman
. Perawat harus mengetahui semua komponen dari perintah pemberian obat dan
mempertanyakan perintah tersebut jika tidak lengkap atau tidak jelas atau dosis
yang diberikan di luar batas yang direkomendasikan . Secara hukum perawat
bertanggung jawab jika mereka memberikan obat yang diresepkan dan dosisnya
tidak benar atau obat tersebut merupakan kontraindikasi bagi status kesehatan
klien . Sekali obat telah diberikan , perawat bertanggung jawab pada efek obat
yang diduga bakal terjadi. Buku-buku referensi obat seperti , Daftar Obat
Indonesia ( DOI ) , Physicians‘ Desk Reference (PDR), dan sumber daya
manusia , seperti ahli farmasi , harus dimanfaatkan perawat jika merasa
tidak jelas mengenai reaksi terapeutik yang diharapkan , kontraindikasi , dosis
, efek samping yang mungkin terjadi , atau reaksi yang merugikan dari
pengobatan ( Kee and Hayes, 1996 ).
BAB
III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
1. Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang telah
dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinis dan uji
klinis bahan baku serta produk jadinya telah di standarisir (Badan POM. RI.,
2004 ).
2. Alasan utama keengganan profesi kesehatan untuk meresepkan
atau menggunakan obat tradisional karena bukti ilmiah mengenai khasiat dan
keamanan obat tradisional pada manusia masih kurang. Obat tradisional Indonesia
merupakan warisan budaya bangsa sehingga perlu digali, diteliti dan
dikembangkan agar dapat digunakan lebih luas oleh masyarakat. Untuk itulah
dikembangkan Obat Tradisional menjadi fitofarmaka.
3. Fitofarmaka harus memenuhi beberapa kriteria,
diantaranya :
a. Aman dan sesuai dengan
persyaratan yang ditetapkan
b. Klaim khasiat harus
dibuktikan berdasarkan uji klinik
c. Telah dilakukan standarisasi
terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi
d. Memenuhi persyaratan mutu
yang berlaku
4. produk- produk fitofarmaka
a. Nodiar
b. X-Gra
c. Stimuno
d. Tensigard
Agromed
e. Rheumaneer
3.2 SARAN
Kami harap dengan makalah ini dapat
memberikan informasi mengenai fitofarmaka sehingga pembaca dan penulis dapat
memanfaatkan obat-obat ini untuk meningkatkan kwalitas kesehatan.